The Blog

16159146279-santri-mengaji4

POTRET KEBERLANJUTAN TRADISI SANTRI DI KEDIRI

Oleh Mustakim

Santri

Pada umumnya santri adalah orang yang sedang menuntut penge- tahuan agama lslam di pondok pesantren. Namun pengertian  istilah santri memiliki arti dan persepsi yang berbeda-beda. Meskipun secara umum santri identik dengan peserta  didik,  murid, siswa, atau pelajar yang sedang menuntut ilmu pada suatu lembaga pendidikan. besar kecilnya suatu  pesantren  ditentuka oleh jumlah (banyak) santrinya.3lebih lanjut Zamakhsari Dhofir berpendapat bahwa santri adalah Tholib al-Ilmu (orangyang mencari llmu), Para santri mencari ilmu dengan cara berkelana  dari pesantren satu kepesantren yang lain, dari kiai satu ke kiai yang lain dengan tujuan untuk belajar tentang  pengetahuan  lslam.4

Sedangkan menurut Karel A Steenbrink santri adalah orang yang tidak hanya belajar di pesantren melainkan juga para murid- murid yang belajar dimadrasah yang berada dibawah naungan Kementrian Agama. Lebih lanjut Zamakhsyari Dhofir mengklasifikasiakan santri yang belajar dipondok pesantren menjadi dua bagian yaitu:

  1. Santri Mukim, yaitu orang yang menuntut ilmu agama lslam yang berasal dari daerah yang jauh  dan menetap dalam kompleks pesantren.
  2. Santri Kalong, yakni orang yang belajar ilmu agama lslam yang berasal dari desa-desa sekeliling pesantren yang biasanya tidak menetap dalam pesantren untuk mengikuti pelajarannya di pesantren, mereka pulang pergi dari rumah sendiri.

berdasarkan urian diatas, penulis menambahkan kalsifikasi santri menjadi tiga yaitu santri mukim, santri kalong dan santri khodam, sebenarnya santri khodam termasuk dalam lingkup santri mukim, akan tetapi santri khodam memiliki tugas yang lebih berat dibandingkan santri mukim, yaitu selain belajar dia juga harus berkhidmah atau mengabdi tanpa pamrih kepada kiainya tanpa ada upah atau gaji. Dia melakukan itu semua karena keinginannya untuk belajar di pesantren sedangkan dia tidak memiliki biaya untuk membiayai kehidupan dan pendidikannya di pesantren. Santri khodam dianggap seperti keluarga ndalem. Dia mendapatkan fasilitas makan, asrama, dan biaya sekolah yang gratis atas pengabdiannya.

Secara kwalitas keilmuwan santri mukim memiliki kelebihan pengetahuan yang lebih dibandingkan santri kalong ataupun santri khodam karena santri mukim bisa lebih fokus untuk belajar di pesantren baik untuk ngaji, Syawer, jama`ah dan lain-lain. Mereka memiliki waktu yang banyak untuk melakukan itu semua tanpa  ada kesibukan lain yang menghalanginya. Berbeda dengan santri kalong, mereka harus membagi waktu antara belajar di pondok pesantren dan dirumah, dipagi hari mereka berangkat untuk  belajar di pesantren setelah pulang membantu pekerjaan orang tua dirumah, sore harinya mengajar TPQ dan malamnya mengajar madin di mushola. Dengan begitu santri kalong lebih dahulu mendidikasikan hidupnya untuk berjuang dimasyarakat sedangkan santri mukim berjuang dimasyarakat setelah pulang  dari pesantren.

Tradisi Santri

Disini penulis akan menguriakan tradisi-tradisi santri yang mereka lakukan sehari-hari di Pondok Pesantren:

1.    Lalaran

Lalaran berasal dari bahasa jawa (nglalar) yang berarti mem- biasakan. Lalaran merupakan kegiatan bersyi`ir dengan menguman- dangkan nadzoman-nadzoman yang berkaitan dengan pelajaran ditingkatannya masing-masing, seperti nadzoman tanwirul hija, imrithi, al-fiyah dan lain-lain. Sedangkan Karel A Steenbrink meyebutnya dengan susunan kalimat berbahasa Arab yang berbentuk sajak.7 Lalaran menjadi menjadi tradisi di pesantren dan kegiatan ini menjadi hiburan tersendiri bagi santri karena mereka bersyi`ir bersama terasa seperti bernyanyi bersama-sama.

Kegiatan lalaran biasanya dilakukan sebelum kegiatan pembelajaran dan hari-hari tertentu di luar jam pembelajaran, seperti di Pondok Pesantren Al-lshlahiyyah lalaran dilakukan pada tiap malam selasa dan malam jum`at.

Keunikan lalaran adalah, para santri melantunkan nadzoman- nadzoman (baik lmrithi, al-fiah lbnu Malik, Jauharul Maknun dan lain-lain), dengan diiringi alat musik yang seadanya. Alat musik tersebut berupa timba, penghapus, peralatan dapur dan lain-lain. Dengan kegiatan ini mereka seperti meluapkan kebahagiaan dengan mengekspresikan pada alat musik seadanya yang mereka pegang masing-masing.

Menurut penulis, lalaran memiliki manfaat sebagai berikut:

  1. Sebagai hiburan bagi santri. Karena sudah bukan rahasia lagi bahwa di pesantren dilarang keras bagi santri membawa hp, laptop, menonton tv, kebioskop dan lain-lain. Maka kegiatan lalaran dipesantren menjadi hiburan tersendiri yang  bisa mereka nikmati bersama-sama.
  2. Menjaga hafalan santri. Karena dengan kegiatan lalaran ini, santri mengulang-ngulang nadzoman yang telah dihafalnya, akhirnya santri semakain hafal nadzoman tersebut. Contoh al- fiah lbnu Malik yang berjumlah 1002 bait, kalau tiap lalaran bisa sampai 250 bait maka dalam waktu empat hari mereka telah meyelesaikan sampai akhir.
  3. Kebersamaan dan kekompakan diantara para santri. Dengan kegiatan ini semua santri serasa satu nasib seperjuangan, semua kompak  dengan  suara  yang  keras  dan  nyaring melantukan nadzoman-ndzoman dengan diiringi alat musik yang seadanya.

2.    Syawir

Kata syawir bukan bukan berasal darai bahasa Jawa akan tetapi berasala dari bahasa Arab yang memiliki arti musyawarah. Kegiatan ini dinamakan dengan demikian karena para santri bermusyawarah/berdiskusi mengenai  mata  pelajaran  sesuai dengan tingkatannya masing-masing. Kegiatan syawir merupakan kebiasaan rutin yang dilakukan pada saat kegiatan pembelajaran atau setiap selesai kegiatan pembelajaran. Dalam kegiatan syawir ini santri membentuk beberapa halaqoh atau kelompok dalam satu kelompok bisa terdiri dari lima santri atau lebih. Syawir dibagi menjadi tiga yaitu:

a.    Syawir ma’na

Belajar di pesantren berbeda dengan belajar di sekolah, karena belajar di pesantren menggunakan kitab kuning (kitab klasik). Dinamakan kitab kuning karena warna kitab tersebut adalaha kuning. Dan dikalangan pesantren kitab ini juga disebut dengan kitab gundul dikarenakan tulisan arab pada kitab tersebut tidak ada harokat dan ma`na. Karena menggunakan bahasa Arab, maka dalam kegiatan pembelajaran, santri mema`nai kitabnya dengan menggunakan bahasa Jawa atau istilahnya dikenal dengan ma`na gandul, disebut demikian karena ma`na tersebut menggantung pada lafadz yang dima`nai. Selain itu mereka juga memberi harokat dan tarkib (susunan dalam bahasa Arab) seperti fi`il, fa`il dan maf`ul dengan menggunakan tanda yang khas ala pesantren contoh fa`il dengan فا , ma`ul dengan مف, dan mubtada`dengan م , dan khobar dengan خ dan lai-lain.

Ketika ketiga komponen tersebut (ma`na, harokat dan tarkib) tidak lengkap maka santri pemula akan kesulitan untuk membaca, Atau istilahnya petenge ma`na dadi padange ati lan padange ma`na

dadi petenge ati, yang artinya kitab yang ditulisi dengan ma`na yang penuh atau sempurna akan memudahkan untuk dibaca dan difahami sedangkan kitab yang dima`nai dengan ma`na yang masih kurang di sana sini akan sulit untuk dibaca dan difahami.

Pada umumnya syawir ma’na dilakukan setelah selesai kegiatan pembelajaran/pulang sekolah. Para santri membentuk halaqoh (kelompok) kemudian ditunjuklah salah satu santri yang dianggap mumpuni diantara mereka untuk membaca kitabnya dengan suara yang nyaring dan pelan, sedangkan santri yang lain nembel (menulisi kitab yang tidak ada ma`nanya). Adapun mafaat dari syawer ma`na adalah:

  1. Ma`na kitab menjadi penuh. Dengan syawer ma`na santri bisa memenuhi kitabnya dari ma`na yang kosong menjadi penuh/ sempurna. Hal tersebut disebabkan karena teman/santri yang ditunjuk membacakan kitab, dia membaca dengan cara pelan. Dan ketika santri yang lain ketinggalan mema`nai kitabnya, maka mereka meminta untuk diulang lagi tanpa ada rasa sungkan. Beda ketika ngaji kepada Kiai atau ustadznya maka para santri  tidak  berani  meminta  kepada  kiai  untuk mengulangi bacaannya karena rasa ta`dzim mereka kepada kiainya.
  2. Memudahkan untuk dibaca dan difahami. Dengan syawir ma`na tiga komponen yaitu harokat,  tarkib dan ma`na terpenuhi semua dan itu sangat membantu santri untuk membaca dan memahami kitabnya.

b.    Syawir murod

Sesuai keterangan diatas syawir adalah musyawaroh (diskusi), sedangkan maksud murod adalah disini adalah arti yang terkan- dung dalam kalimat yang ada didalam kitab kuning khususnya yang dipelajari santri saat itu. Jadi syawir murod penekanannya pada penerjemahan kitab kuning.

c.    Syawir Pemahaman

Syawir pemahaman ini merupakan inti dari semua syawir yang dilakukan oleh santri. Karena syawir ini fokus pada pema- haman konten/ isi kitab yang dipelajari.

Syawir murod dan syawir pemahaman biasanya dilakukan bersamaan yaitu pada waktu kegiatan pembelajaran atau dihari- hari tertentu diluar jam pembelajaran. Seperti yang dilaksanakan  di Pondok Pesantren Al-lshlahiyyah Mayan kranding Mojo Kediri, di Pondok ini tiap malam senin diadakan syawer kitab Fathul al- Qorib Mujib, yang diikuti oleh santri tingkat Tsanawiyah dan

`Aliyah. Dalam pelaksanaannya santri membentuk halaqoh kemu- dian salah satu santri ditunjuk untuk murodi/meyampaikan arti kalimat yang terkandung dalam materi yang dibahas saat itu semisal membahas tentang thoharoh. Setelah selesai murodi selesai, ustadz atau moderator memepersilahkan audien/peserta syawir yang lain untuk mengkritisi atau bertanya mengenai murod yang telah disampaikan. Ketika sudah tidak ada yang mengkritisi atau bertanya mengenai murod kemudian Ustadz/Moderator memper- silahkan kepada para audien yang hadir untuk bertanya atau berargumen mengenai pembahasan saat itu. Di sinilah santri men- dapat tantangan untuk menjadi orang yang berani berargumen dan meyamapikan  argumennya  atau  meyanggah  pendapat temannya yang kurang tepat menurut pemahamannya, akan tetapi semua itu tetap berlandaskan pada ibarot yang ada pada kitab-kitab klasik.

Dalam kegiatan Syawir diharapkan semua santri aktif dalam mengikuti kegiatan tersebut, tidak hanya sebagai pendengar setia yang keberadaannya seperti tidak ada (wujuduhu ka`adamihi), hal tersebut sesuai yang disampaikan oleh Syeh azzarnuji dalam kitab Ta`lim Muta`allim. Dia mengklasivikasikan orang yang ikut dalam syawir menjadi tiga kelompok yaitu:

  1. Rojul
  2. Nisfu Rojul
  3. Laa Sya`a

Maksud rojul disini adalah orang yang memiliki argumen dan berani meyampaikannya. Sedangkan nisfu rojul adalah orang yang punya argumen namun tidak berani meyampaikan argumennya. Dan laa sya`a adalah orang yang tidak punya argumen dan tidak berani berargumen.

Dari uraian diatas bisa difahami bahwa dalam kegiatan syawir santri harus  tekun,  punya  kemampuan  intelektualitas  dan keberanian tampil didepan umum, agar bisa meyampaikan argumen dan pemahamannya pada orang lain.

3.    Ngaji

Ngaji merupakan rutinitas santri setiap hari, bahkan bisa dikatakan,”tiada hari tanpa ngaji” maksud ngaji di sini adalah belajar kitab klasik. Kalau kalu nagji al-Qur`an disebut dengan tadarus. Di pesantren salaf terdapat dua metode mengaji yaitu sorogan dan bandongan atau wetonan.

Dari dua metode tersebut yang paling sulit bagi santri adalah metode sorogan, karena dalam praktiknya satu persatu santri maju kedepan membaca kitabnya dan langsung disima’ oleh kiainya, otomatis kiai akan langsung mengetahui kelebihan atau keku- rangan santri didalam membaca kitabnya, baik dari segi harokat, tarkib dan ma`na. semisal santri salah di dalam mebaca kitabnya langsung ditegur dan ditanya mengenai kesalahan harokat, tarkib dan ma`na tersebut, dan itu akan membuat santri berfikir keras untuk berusaha membenahi kesalahannya. Dan ketika santri tidak mampu membenahi kesalahannya, maka kiai langsung membimbing santri untuk membenahi kesalahannya.

Bagi santri, ketika mendapatkan giliran membaca kitab, pasti ada rasa tersendiri yaitu berdebar-debar, takut kalau-kalau dia nanti banyak kesalahan ketika membaca kitab dihadapan kiainya. Dan ini menjadi ujian tersendiri bagi para santri.

Manfaat dari metode ini, santri akan lebih semangat lagi didalam belajar karena dia telah mengetahui banyak tentang kekurangan dan kelemahan pada dirinya.

Sedangkan dalam metode bandongan kiai membaca kitab dan menjelaskan isinya. Di sisi yang lain para santri mema`nai kitab dan mendengarkan wejangan-wejangan yang disampaikan oleh kiainya. Menurut para pakar pendidikan metode ini disebut dengan metode ceramah yang dianggap terlalu monoton dan kurang mengena, karena tanpa melihat kondisi santri apakah tidur atau tidak, mendengarkan atau tidak, dan mema`nai kitabnya ataupu tidak. Tapi beda bagi para santri, metode ini

merupakan metode yang sangat mengena karena mereka bisa langsung ngaji atau menimba llmu langsung dari kiainya, bagi para santri ngaji dengan kiai serasa mendapatkan siraman ilmu yang sangat dibutuhkan di dunia dan akhirat. Oleh karena mereka begitu sendiko dawuh (mendengarkan dan melaksankan nasehat- nasehat yang disampaikan oleh kiainya).

4.    Ngedok

Ngedok berasal dari bahasa jawa yang berarti mengambil, Ngedok merupakan istilah makan bersama yang dilakukan oleh santri di pondok pesantren. Kegiatan ini dilakukan secara berkelompok yang terdiri dari 4-5 anggota. Dan tiap anggota dikenakan biaya iuran yang sama baik beras ataupun uang untuk belanja. Semisal sekali masak semua anggota masing-masing diambil beras satu cangkir atau semua anggota sepakat beras siapaun yang diambil untuk dimasak secara bergantian. dan tiap seminggu sekali membayar iuran 10.000 untuk belanja keperluan dapur.

Makan bersama ini merupakan kebiasan santri setiap hari dipesantren dengan menu seadanya, tapi kalau ada acara tertentu seperti tasyakuran karena telah khotam hafalan al-fiyah lbnu Malik maka menunya beda, bisa dikatakan lebih mewah sedikit. Berbeda dengan menu keseharian yang sederhana, yaitu sambel terong atau sayur seadanya. Sambel terong merupakan menu yang lekat dengan santri karena mudah dan cepat proses memasaknya.

Sebelum makan bersama, mereka saling bahu membahu memasak didapur dengan tugas masing-masing, ada yang bagian menyalakan api/mencari kayu bakar, ada yang bagian memasak nasi dengan cara diliwet, ada yang bagian membakar terong, dan ada yang bagian membuat bumbu untuk sambal terong. Cara membuat sambal terong sangat mudah dan cepat yaitu terong dibakar terlebih dahulu secara merata, kemudian kulitnya dikupas hingga bersih, setelah itu dimasukkan kelemper dan diuleg bersamaan bumbu hingga teksturnya menjadi lembut. Maka sambal terong sudah siap disajikan. Setelah nasi liwet sudah matang, kemudian langsung diambil (kedok) dan diletakkan

diwadah beki ada pula yang meletakkannya diatas daun pisang setelah itu sambal terong dituangkan diatasnya. Walaupun nasinya masih panas karena rasa lapar, tanpa tunggu lama para santri langsung menyantap berasama-sama sampai habis dengan penuh rasa nikmat. Kemudian mereka bergantian minum banyu intep, banyu intep adalah air yang dimasukkan di panci bekas memasak nasi yang masih ada sisa nasinya yang disebut dengan intep. Mungkin menurut medis air tersembut kurang baik untuk kesehatan, tapi Alhamdulillah air tersebut tidak berefek pada kesehatan santri.

5.    Tabarukan

Tabarukan diambil dari kata barokah yang berarti mencari berkah. Arti barokah adalah bertambahnya kebaikan dari Aloh SWT. di pesantren sudah menjadi tradisi dalam diri santri mencari berkah dari Ustadz dan Kiainya. Mereka mencari berkah dari kiainya dengan berbagai cara diantara sebagai berikut:

  1. Berebut sisa minuman Kiainya

Di pesantren santri sangat menghormati kepada kiainya. Hal tersebut tercermin dari kegiatan mengaji di Pondok pesantren. Tiap hari mereka menyuguhi gurunya dengan minuman teh manis atau pun kopi. Biaya untuk keperluan membeli gula, teh ataupun kopi dengan cara patungan. Karena begitu ta`dzimnya pada kiai, mereka menghidangkan minuman tersebut dengan berjalan timpuh. Setelah aktifitas mengaji selesai dengan ditutup doa oleh kiainya dan beliau sudah meninggalkan tempat, maka tanpa dikode mereka berebut sisa minuman kiainya.

2. Membentangkan sajadah

Hal unik yang dilakukan oleh santri untuk mencari berkah kepada kiainya adalah membentangkan sajadah mereka mulai dari depan  pengimaman  sampai  ke teras masjid. Mereka melakukan itu agar sang kiai setelah selesai melaksanakan sholat jama`ah menginjakkan kakinya di sajadah tersebut.

3. Menata bangkiak kiai

Ketika sang kiai memasuki masjid untuk mengimami sholat dan meletakkan bangkiak ataupun sandalnya di bancik masjid

maka tanpa ada yang memerintah santri langsung menata bangkiak tersebut menghadap terbalik/menghadap kerumah  kiainya.

Tradisi tabarukan sudah ada sejak pada masa Nabi, para shahabat bertabaruk kepada Nabi Muhammad SAW. Seperti yang dilakukan oleh shahabat Kholid bin Walid, saat Rosullah selesai melakukan ibadah umroh kemudian beliau mencukur rambutnya, maka rambut tersebut dibuat rebutan oleh para shahabat dan shahabat Kholid adalah orang yang paling banyak mendapatkan Rambut Rosullah SAW. Kemudian rambut tersebut diletakkan didalam mahkota sorban miliknya, dan setiap kali dia perang rambut tersebut tidak pernah lepas dari mahkota sorbannya tersebut.

6.    Mbancik

Dikalangan pesantren istilah ini mungkin tidak asing bahkan merupakan hal yang biasa. Karena setiap hari mereka melaku- kannya. Tapi bagi masyarakat umum mungkin istilah ini masih asing bagi mereka. Istilah mbancik diambil dari kata bancik, bancik merupakan benda yang digunakan para santri untuk memijakkan kaki menuju masjid atau asrama tanpa menggunakan alas kaki. Dan kesucian bancik tersebut terjaga artinya kalau ada najis yang berada di bancik langsung disucikan.

Bancik ini biasanya dibuat dari batu atau bata merah yang yang di tata rapi. Ketika para santri mau keluar dari asrama untuk melaksanakan sholat berjama`ah atau menuju madrasah maka mereka tidak perlu repot mencari sendal cukup lewat bancik maka mereka akan sampai pada tempat yang dituju.

Keunikan dari mbancik adalah ketika mereka sedang lewat bancik, mereka berbaris rapi memanjang seperti gerbong kereta api yang panjang yang berjalan diatas rel. Nilai pendidikan dari mbancik adalah melatih santri untuk terbiasa antri. Karena kalau tidak mau antri otomatis dia akan terjatuh.

7.    Sowan

Kata sowan berasal dari bahasa jawa yang berarti bertamu. Maksud bertamu di sini adalah bertamu kerumah kiai. Sowan merupakan tradisi yang wajib bagi santri, baik santri yang mau mondok atau santri yang mau boyong (pulang kampong).

Bertamu ke ndalem (rumah) kiai disebut dengan sowan, karena kiai adalah orang yang memiliki pondok pesantren atau ibaratnya adalah tuan rumah. Sedangkan santri adalah tamu maka sudah menjadi tradisi bagi tamu untuk permisi kepada pemilik rumah ketika hendak bertamu kerumah tersebut. Begitu juga santri yang mau mondok di pesantren, maka sudah menjadi tradisi bagi mereka untuk sowan ke ndalem kiainya dengan didampingi orang tua atau keluarganya karena hakikatnya orang tualah yang ingin memondokkan putra atau putrinya ke pesantren.

Kebiasaan yang berlaku di pesantren ketika hendak sowan ke kiai adalah dengan membawa gula, kopi dan sedikit bisyaroh (sedikit uang sebagai rasa ungkapan terima kasaih), kemudian mereka menghadap kiai dan sang ayah meyerahkan putranya kepada kiai agar dididik, diajar, dan dibimbing mengenai pengetahuan agama lslam dan akhlakul karimah setelah itu mereka pamitan. Setelah sowan selesai mereka diantar oleh pengurus pondok menuju asrama yang kelak akan ditempati.

Dan bagi santri yang mau boyong juga melakukan hal yang sama seperti santri baru yaitu sowan, bedanya kalau santri baru sowan dengan tujuan untuk bertamu atau minta permisi kepada kiai kalu santri yang mau boyong melakukan sowan dengan tujuan untuk pamitan pulang kekampung halaman. Karena santri yang boyong telah meyelesaikan pendidikannya di pesantren dan sekaligus minta doa restu kepada sang kiai agar ilmu yang diterimanya menjadi ilmu yang bermanfaat dan barokah.

Itulah tradisi  sowan yang dilakukan  oleh para  santri  dipesantren.dan tradisi ini sampai saat ini masih membudaya. Pelajaran yang bisa di ambil dari tradisi ini adalah santri sejak awal masuk pesantren sudah diajarkan mengenai tata cara atau sopan santun yang hendak dilakukan ketika hendak mondok di pesantren, ataupun meninggalkan pesantren. Dan ini merupakan

pendidkan karakter yang harus ditumbuhkan pada anak agar kelak menjadi orang yang memiliki akhlak yang terpuji.

8.    Bodo kamar

Bodo kamar ini maksudnya adalah hari raya yang diselenggarakan oleh santri di tiap asramanya masing-masing.  Bodo kamar merupakan kegiatan unik yang dilakukan oleh santri, karena pada umumnya masyarakat merayakan hari raya setelah puasa Romadlon. Sedangkan bodo kamar ini diselenggarakan pada waktu satu hari sebelum pelaksanaan haflah akhirussanah. Atau pada waktu bulan sya`ban.

Kegiatan yang dilakukan pada waktu pelaksanaan bodo kamar tidak jauh beda seperti hari raya idul fitri, yakni para santri saling silaturrrohim keasrama temannya yang lain secara berkelompok sesuai asramanya masing-masing sedangkan lurah kamar tetap berada di asrama, karena tugasnya adalah sebagai tuan rumah, yakni menerima tamu-tamu yang dating dari asarama yang lain.

Para santri saling bahu membahu menghias asrama masing- masing dengan pernak pernik hiasan dan juga disiapkan jajananan ringan untuk suguhan bagi teman-temanya dari asrama lain yang berkunjung keasramanya. Bodo kamar ini diselenggarakan di pesantren bukan tujuan untuk mendahului pelaksanaan hari raya melainkan karena untuk meyambut liburan yang cukup lama yang akan dialami oleh santri. Pada waktu liburan mereka akan kembali kekampung halamannya masing-masing, dan akan bertemu lagi nanti di ajaran baru yakni pada bulan pertengahan bulan syawal.

Penutup

Ada tiga macam santri yang belajar di pesantren yaitu santri mukim, santri kalong dan santri khodam. Banyak tradisi santri yang membentuk karakter santri di Pondok Pesantren Al- Ishlahiyyah antara lain tradisi sawer baik ma`na, murod dan pemahaman, tradisi ngedok, tradisi tabarukan, tradisi ngaji bandongan dan wetonan, tradisi mbancik dan lain-lain.
Tradisi-tradisi tersebut membentuk karakter santri menjadi orang yang mandiri, gotong royong, berani berargumen, dan itu semua menjadi bekal bagi kehidupan para santri dikemudian hari.

https://www.halaqoh.net/2019/12/prosiding-lokakarya-internasional-dan-pelatihan-metodologi-penelitian-islam-nusantara-ke-iii.html#more

Leave a Comment

Your email address will not be published.

This will close in 0 seconds